Stasiun dongkela.-
sejarah jalur kereta api arah selatan jogja
Jalur kereta api yang ke arah selatan melalui wilayah
kabupaten Bantul dan Kulon Progo, sisi selatan dari wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta. Lintas ke arah selatan tersebut menggunakan lebar spoor 1.435 mm
dan memang jalur kereta api ini adalah jalur terusan dari Semarang – Solo –
Yogyakarta yang merupakan jalur kereta api pertama dan dikelola oleh Nederlandsch-Indische
Spoorwegmaatschappij.
Pada awalnya jalur ini oleh pemerintah Hindia Belanda
dimanfaatkan untuk angkutan hasil bumi dari daerah pedalaman Jawa bagian tengah
atau Vorstenlanden, yaitu wilayah Kesultanan Yogyakarta dan
Surakarta. Vorstenlanden merupakan daerah paling produktif di
sektor pertanian, tetapi daerah ini ketika itu sulit untuk dijangkau.
Dengan dibangunnya jaringan rel kereta api, pada saat itu
diharapkan akan mempermudah proses pengangkutan hasil bumi dan produk olahan
tanaman tebu dari wilayah Vorstelanden menuju ke daerah
pelabuhan di pantai utara Jawa (Semarang).
Jalur kereta api dari Yogyakarta ke arah selatan dimulai
pembangunannya pada kisaran tahun 1895. Selain membangun jalur rel kereta
api, Nederlandsch-Indische Spoorwegmaatschappij juga membangun
stasiun pemberhentian lengkap dengan fasilitas pendukung, termasuk menyiapkan
rumah dinas untuk pegawainya.
Pada lintas selatan ini, dibangunlah beberapa halte dan
stasiun pemberhentian kereta api. Dari beberapa stasiun tersebut terdapat juga
stasiun yang memiliki jalur cabang lagi. Jalur cabang tersebut akan terhubung dengan
pabrik gula terdekatnya.
Stasiun pertama yang akan dijumpai ke arah selatan adalah
Ngabean. Stasiun Ngabean saat itu memiliki lebih dari 2 jalur pemberhentian
kereta api. Stasiun Ngabean masih melayani perjalanan kereta api hingga kisaran
tahun 1973. Setelah tidak aktif stasiun Ngabean dimanfaatkan untuk
keperluan lainnya yang sekarang bisa kita lihat area emplasement stasiun yang
digunakan sebagai lahan parkir bus pariwisata.
Selain bangunan, di stasiun Ngabean masih bisa kita
jumpai sisa-sisa peninggalan kereta api. Sebut saja tuas pemindah wesel, sinyal
masuk dan sinyal keluar stasiun, roda gerbong, serta rel jalur satu yang
sengaja ditampakkan untuk memberi tanda bahwa lokasi tersebut memang pernah ada
sejarah kereta api.
Kemudian menuju ke selatan akan menemui sebuah halte kecil di kawasan Dongkelan. Dahulu halte tersebut tidak seperti sekarang yang berada di depan kompleks Pasty. Bentuk awalnya hanya seperti gubuk atau pos ronda. Bentuk yang sekarang merupakan bangunan baru sebagai pengganti bangunan awal yang rusak.
Lalu di selatan dari halte Dongkelan terdapat sebuah
stasiun. Stasiun ini bernama Winongo. Jalur stasiun ini juga memiliki beberapa
jalur pemberhentian kereta api dan pada salah satu jalurnya memiliki cabang
menuju pabrik gula Padokan. Setelah non aktif, stasiun ini juga beralih fungsi.
Sekarang bangunan stasiun Winongo difungsikan sebagai tempat pertemuan serta
menyimpan barang inventaris warga dusun Glodong.
Tiket kereta api dari stasiun Winongo yang waktu itu
harganya Rp. 1, berlaku untuk kereta api yang menuju ke Bantul atau Palbapang
serta kota Yogyakarta yang sangat ramai (tahun 1960-1970an) bila Lebaran dan
ada perayaan Sekaten di Keraton Yogyakarta.
Setelah dari Winongo ke arah selatan terdapat halte
Cepit. Namun saat ini halte Cepit telah hilang tak berbekas. Lokasi halte ini
diperkirakan berada di sekitaran pos polisi pertigaan Cepit jalan Bantul.
Melanjutkan perjalanan ke selatan hingga di kota Bantul
sendiri terdapat sebuah stasiun. Stasiun Bantul atau Pasar Bantul namanya.
Stasiun ini juga memiliki jalur yang terhubung dengan jaringan jalur kereta api
yang menuju ke pabrik gula Bantul. Sama halnya dengan stasiun Ngabean dan
Winongo, stasiun Bantul setelah melalui masa baktinya juga beralih fungsi.
Karena bangunan stasiun letaknya sangat strategis di
seberang pasar Bantul, maka bangunan stasiun ini sekarang dimanfaatkan oleh
warga sebagai warung makan dan bengkel sepeda motor. Sekilas wujud bangunan
masih seperti aslinya, namun jika diamati lagi maka akan terlihat beberapa
rombakan yang disesuaikan dengan fungsinya saat ini.
Masih ada satu lagi stasiun di selatan Bantul. Stasiun
Palbapang, ketika itu menjadi yang paling besar statusnya yang berada di lintas
selatan kota Yogyakarta. Stasiun ini memiliki emplasement yang luas dan di
sebelah timurnya terdapat sebuah depo perawatan lokomotif.
Sama seperti stasiun lainnya di lintas selatan
Yogyakarta, stasiun Palbapang juga nonaktif pada 1973. Ketika angkutan jalan
raya mulai lebih diminati oleh masyarakat dan pelebaran jalan, mau tak mau
angkutan berbasis rel ini harus menerima nasibnya kalah saing dengan angkutan
lainnya.
Sekarang stasiun Palbapang hanya tersisa bangunan utama
dan alat pompa air serta deretan rumah dinas pegawai saja. Untuk bangunan depo
perawatan lokomotif hanya tersisa bagian pondasi saja.
Stasiun ini sebelum tahun 1942 bukan merupakan stasiun
terminus atau paling ujung dari jalur selatan Yogyakarta. Masih terdapat
terusan jalur kereta api ke arah barat menuju ke Kulon Progo bagian selatan.
Jalur ke barat dan lainnya akan kami bahas selanjutnya.
Komentar
Posting Komentar